Contoh
kebudayaan di Indonesia dan keterkaitan manusia
1.upacara
ngaben di bali
Upacara ngaben atau meyanin, atau juga atiwa-atiwa, untuk
umat Hindu di pegunungan Tengger dikenal dengan nama entas-entas. Kata entas
mengingatkan kita pada upacara pokok ngaben di Bali. Yakni Tirta pangentas yang
berfungsi untuk memutuskan hubungan kecintaan sang atma (roh) dengan badan
jasmaninya dan mengantarkan atma ke alam pitara. Dalam bahasa lain di Bali, yang
berkonotasi halus, ngaben itu disebut Palebon yang berasal dari kata lebu yang
artinya prathiwi atau tanah. Dengan demikian Palebon berarti menjadikan
prathiwi (abu). Untuk menjadikan tanah itu ada dua cara yaitu dengan cara
membakar dan menanamkan kedalam tanah. Namun cara membakar adalah yang paling
cepat.Tempat untuk memproses menjadi tanah disebut pemasmian dan arealnya
disebut tunon. Tunon berasal dari kata tunu yang berarti membakar. Sedangkan
pemasmian berasal dari kata basmi yang berarti hancur. Tunon lain katanya
adalah setra atau sema. Setra artinya tegal sedangkan sema berasal dari kata
smasana yang berarti Durga. Dewi Durga yang beristana di Tunon ini.
Secara garis besarnya Ngaben itu dimaksudkan adalah untuk
memproses kembalinya Panca Mahabhuta di alam besar ini dan mengantarkan Atma
(Roh) kealam Pitra dengan memutuskan keterikatannya dengan badan duniawi itu.
Dengan memutuskan kecintaan Atma (Roh) dengan dunianya, Ia akan dapat kembali
pada alamnya, yakni alam Pitra. Kemudian yang menjadi tujuan upacara ngaben
adalah agar ragha sarira (badan / Tubuh) cepat dapat kembali kepada asalnya,
yaitu Panca Maha Bhuta di alam ini dan Atma dapat selamat dapat pergi ke alam
pitra. Oleh karenanya ngaben tidak bisa ditunda-tunda, mestinya begitu meninggal
segera harus diaben. Agama Hindu di India sudah menerapkan cara ini sejak dulu
kala, dimana dalam waktu yang singkat sudah diaben, tidak ada upacara yang
menjelimet, hanya perlu Pancaka tempat pembakaran, kayu-kayu harum sebagai kayu
apinya dan tampak mantram-mantram atau kidung yang terus mengalun. Agama Hindu
di Bali juga pada prinsipnya mengikuti cara-cara ini. Cuma saja masih
memberikan alternatif untuk menunggu sementara, mungkin dimaksudkan untuk
berkumpulnya para sanak keluarga, menunggu dewasa (hari baik) menurut sasih
dll, tetapi tidak boleh lewat dari setahun. Tetapi sebenarnya dengan mengambil
jenis ngaben sederhana yang telah ditetapkan dalam Lontar, sesungguhnya ngaben
akan dapat dilaksanakan oleh siapapun dan dalam keadaan bagaimana juga. Yang
penting tujuan utama upacara ngaben dapat terlaksana. Sementara menunggu waktu
setahun untuk diaben, sawa (jenasah / jasad / badan kasar orang yang sudah
meninggal) harus dipendhem (dikubur) di setra (kuburan). Untuk tidak
menimbulkan sesuatu hal yang tidak diinginkan, sawa pun dibuatkan
upacara-upacara tirta pengentas. Dan proses pengembalian Panca Maha Bhuta
terutama Unsur Prthiwinya akan berjalan dalam upacara mependhem ini. Ngaben
selalu berkonotasi pemborosan, karena tanpa biaya besar kerap tidak bisa
ngaben. Dari sini muncul pendapat yang sudah tentu tidak benar yaitu : Ngaben
berasal dari kata Ngabehin, artinya berlebihan. Jadi tanpa mempunyai dana
berlebihan, orang tidak akan berani ngaben. Anggapan keliru ini kemudian
mentradisi. Akhirnya banyak umat Hindu yang tidak bisa ngaben, lantaran biaya
yang terbatas. Akibatnya leluhurnya bertahun-tahun dikubur. Hal ini sangat
bertentangan dengan konsep dasar dari upacara ngaben itu.
2.upacara
gruduk maulud
Setiap peringatan Maulid Nabi tiba yaitu tanggal 12 Robiul
Awwal, di sejumlah daerah biasanya akan diadakan acara-acara untuk memperingati
Maulid Nabi Muhammad SAW ini. Begitupun di Daerah Istimewa Yogyakarta., di sana
terdapat sebuah acara peringatan Maulid nabi yang disebut dengan Grebeg Maulud.
Grebeg Maulud ini merupakan puncak peringatan Maulid Nabi dengan diadakan
sebuah upacara adat. Pada esok pagi harinya, perangkat gamelan Kyai Guntur Madu
dan Kyai Nogowilogo akan dimasukkan kembali ke dalam Keraton Yogyakarta. Hal
ini disebut dengan istilah “Bendhol Songsong”. Dalam upacara ini, iringan
gunungan akan dibawa ke Masjid Agung lalu akan dilakukan doa serta upacara
persembahan kepada Allah SWT. Sebagian dari gunungan ini akan dibagikan kepada
masyarakat umum dengan cara diperebutkan. Dalam perebutan ini, semua warga yang
menghadiri upacara akan saling berebut bagian-bagian yang ada dalam gunungan.
Bagian-bagian gunungan ini dipercaya akan menjadi berkah yang bisa mewujudkan
doa atau keinginannya. Selain Grebeg Maulud, ada juga Grebeg Syawal yang
dilakukan setiap tanggal 1 bulan Syawal. Tradisi ini dilakukan sebagai rasa
syukur kepada Allah SWT dengan berhasilnya masyarakat melaksanakan ibadah puasa
selama sebulan penuh. Satu lagi adalah Grebeg Besar yang diadakan setiap
tanggal 10 bulan Besar. Grebeg ini berkaitan dengan adanya hari raya Idul Adha
atau Qurban.
3.Tradisi
lompat batu di nias
Jenis budaya
indonesia di pulau Nias adalah tradisi lompat batu yang sangat populer di
masyarakat nias. Tradisi ini sudah ada sejak nenek moyang kita lahir dan turun
temurun ke anak cucu kita.
Arti dari tradisi lompat batu yaitu Lompat batu (hombo batu) merupakan tradisi yang sangat populer pada masyarakat Nias di Kabupaten Nias Selatan. Tradisi ini telah dilakukan sejak lama dan diwariskan turun temurun oleh masyarakat di Desa Bawo Mataluo (Bukit Matahari).
Tradisi lompat batu sudah dilakukan sejak jaman para leluhur ,di mana pada jaman dahulu mereka sering berperang antar suku sehingga mereka melatih diri mereka agar kuat dan mampu menembus benteng lawan yang konon cukup tinggi untuk dilompati.
Seiring berkembangnya jaman, tradisi ini turut berubah fungsinya. Karena jaman sekarang mereka sudah tidak berperang lagi maka tradisi lompat batu digunakan bukan untuk perang lagi melainkan untuk ritual dan juga sebagai simbol budaya orang Nias. Tradisi lompat batu adalah ritus budaya untuk menentukan apakah seorang pemuda di Desa Bawo Mataluo dapat diakui sebagai pemuda yang telah dewasa atau belum. Para pemuda itu akan diakui sebagai lelaki pemberani apabila dapat melompati sebuah tumpukan batu yang dibuat sedemikian rupa yang tingginya lebih dari dua meter. Ada upacara ritual khusus sebelum para pemuda melompatinya. Sambil mengenakan pakaian adat, mereka berlari dengan menginjak batu penopang kecil terlebih dahulu untuk dapat melewati bangunan batu yang tinggi tersebut.
Arti dari tradisi lompat batu yaitu Lompat batu (hombo batu) merupakan tradisi yang sangat populer pada masyarakat Nias di Kabupaten Nias Selatan. Tradisi ini telah dilakukan sejak lama dan diwariskan turun temurun oleh masyarakat di Desa Bawo Mataluo (Bukit Matahari).
Tradisi lompat batu sudah dilakukan sejak jaman para leluhur ,di mana pada jaman dahulu mereka sering berperang antar suku sehingga mereka melatih diri mereka agar kuat dan mampu menembus benteng lawan yang konon cukup tinggi untuk dilompati.
Seiring berkembangnya jaman, tradisi ini turut berubah fungsinya. Karena jaman sekarang mereka sudah tidak berperang lagi maka tradisi lompat batu digunakan bukan untuk perang lagi melainkan untuk ritual dan juga sebagai simbol budaya orang Nias. Tradisi lompat batu adalah ritus budaya untuk menentukan apakah seorang pemuda di Desa Bawo Mataluo dapat diakui sebagai pemuda yang telah dewasa atau belum. Para pemuda itu akan diakui sebagai lelaki pemberani apabila dapat melompati sebuah tumpukan batu yang dibuat sedemikian rupa yang tingginya lebih dari dua meter. Ada upacara ritual khusus sebelum para pemuda melompatinya. Sambil mengenakan pakaian adat, mereka berlari dengan menginjak batu penopang kecil terlebih dahulu untuk dapat melewati bangunan batu yang tinggi tersebut.
Sumber:
http://jenisbudayaindonesia.blogspot.com/
http://www.budayaindonesia.net/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar