Pentingnya pendidikan
kewarganegaraan di tingkat universitas
Pembahasan
tentang Perlunya Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi merupakan
pembahasan yang memang secara tidak langsung perlu diketahui oleh kalangan
mahasiswa/mahasiswi Indonesia, sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang
nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dipakai sebagai
dasar penyelenggaraan pendidikan tinggi pasal 39 ayat (2) menyebutkan bahwa isi
kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat :
v
Pendidikan Pancasila
v
Pendidikan Agama
v
Pendidikan Kewarganegaraan yang mencakup
Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN).
Kewarganegaraan dalam bahasa latin disebutkan Civis, selanjutnya dari kata Civis ini dalam bahasa Inggris timbul kata Civic artinya mengenai warga negara atau kewarganegaraan. Dari kata Civic lahir kata Civics, ilmu kewarganegaraan dan Civic Education, Pendidikan Kewarganegaraan.
Pelajaran Civics mulai diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1790 dalam rangka mengamerikakan bangsa Amerika atau yang terkenal dengan nama Theory of Americanization. Sebab seperti diketahui, bangsa Amerika berasal dari berbagai bangsa yang datang di Amerika Serikat dan untuk menyatukan menjadi bangsa Amerika maka perlu diajarkan Civics bagi warga negara Amerika Serikat. Dalam taraf tersebut, pelajaran Civics membicarakan masalah government, hak dan kewajiban warga negara dan Civics merupakan bagian dari ilmu politik.
Di Indonesia Pendidikan Kewarganegaraan yang searti dengan Civic Education itu dijadikan sebagai salah satu mata kuliah wajib yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa di Perguruan Tinggi untuk program diploma/politeknik dan program Sarjana (SI), baik negeri maupun swasta.
Di dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dipakai sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan tinggi pasal 39 ayat (2) menyebutkan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat :
Pendidikan Pancasila
Pendidikan Agama
Pendidikan Kewarganegaraan yang mencakup Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN).
Pendidikan
Kewarganegaraan yang dijadikan salah satu mata kuliah inti sebagaimana tersebut
di atas, dimaksudkan untuk memberi pengertian kepada mahasiswa tentang
pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga Negara
dengan nengara, serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara sebagai bekal agar
menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara (SK Dirjen
DIKTI no.267/DIKTI/Kep/2000 Pasal 3).
Melihat begitu pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan atau Civics Education ini bagi suatu Negara maka hampir di semua Negara di dunia memasukkannya ke dalam kurikulum pendidikan yang mereka selenggarakan. Bahkan Kongres Internasional Commission of Jurist yang berlangsung di Bangkok pada tahun 1965, mensyaratkan bahwa pemerintahan suatu negara baru dapat dikatakan sebagai pemerintahan yang demokratis manakala ada jaminan secara tegas terhadap hak-hak asasi manusia, yang salah satu di antaranya adalah Pendidikan Kewarganegaraan atau Civic Education. Hal ini dapat dimaklumi, karena dengan dimasukkannnya ke dalam sistem pendidikan yang mereka selenggarakan, diharapkan warga negaranya akan menjadi warga negara yang cerdas dan warga negara yang baik (smart and good citizen), yang mengetahui dan menyadari sepenuhnya akan hak-haknya sebagai warga negara, sekaligus tahu dan penuh tanggung jawab akan kewajiban dirinya terhadap keselamatan bangsa dan negaranya. Dengan demikian diberikannya Pendidikan Kewarganegaraan akan melahirkan warga negara yang memiliki jiwa dan semanagt patriotisme dan nasionalisme yang tinggi.
Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan termasuk salah satu mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK), dimana kelompok mata kuliah ini merupakan pendidikan umum yang sifatnya sangat fundamental/mendasar.
Mata kuliah Pengembangan Kepribadian terdiri dari tiga komponen, yaitu:
1. Pendidikan Agama
2. Pendidikan Pancasila
3. Pendidikan Kewarganegaraan
Adapun tujuan diberikannya MKPK ini agar para sarjana Indonesia memiliki kualifikasi.
1. Taqwa kepada Allah - Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Kuasa, bersikap dan berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang diyakini dan dipeluknya, serta memiliki sikap tenggang rasa/toleransi terhadap agama/keyakinan orang lain.
2. Berjiwa Pancasila sehingga segala keputusan dan tindakan mencerminkan prinsip-prinsip Pancasila serta memiliki integritas moral yang tinggi, yang senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa dan kemanusiaan di atas kepentingan pribadi maupun golongannya.
3. Memiliki wawasan yang untuk/komprehensif dan pendekatan yang integral dalam mensikapi permasalahan kehidupan, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan dan keamanan.
Adapun mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK) diwajibkan disemua lembaga pendidikan tinggi seperti tersebut di atas bertujuan untuk mengembangkan aspek kepribadian mahasiswa, suatu aspek yang paling fundamental dalam kehidupan manusia, serta menjadi dasar dan landasan bagi semua aspek lainnya. Sementara mata kuliah lain yang dikelompokkan dalam Mata Kuliah Dasar Keahlian (MKDK) dan Mata Kuliah Keahlian (MKK) merupakan sejumlah mata kuliah yang dimaksudkan untuk mengembangkan keahlian mahasiswa dalam disiplin ilmu yang dipilihnya. Dengan kata lain dikuliahkannya MKDK dan MKK adalah dalam rangka untuk mengembangkan aspek kemampuan (abilitas) mahasiswa yang seluruhnya bermuara pada satu tujuan agar kelak ia cakap menghadapi kehidupan yang serba menantang dan lebih khusus lagi ia bisa dapat pekerjaan yang layak dengan penghasilan yang memadai.
Berkaitan dengan perlunya setiap orang mengembangkan kedua aspek yang paling mendasar itu, yaitu aspek kepribadian dan aspek kemampuan, kiranya patut disimak apa yang pernah diucapkan oleh Albert Einstein bahwa Science without religion is blind. Religion without science is lame. Suatu pengetahuan tanpa dilandasai oleh moralitas agama adalah buta. Agama tanpa didukung oleh pengetahuan lumpuh.
Dalam ungkapan yang berbeda namun esensinya sama, Driyarkara menyatakan bahwa dalam suatu kehidupan terdapat sekian banyak nilai, wert atau values. Namun kalau diklasifikasikan hanya ada dua nilai saja, yaitu nilai alat (tool) dan nilai tujuan. Driyarkara memasukkan aspek kepribadian ini ke dalam nilai tujuan, sedang aspek kemampuan (abilitas) dimasukkannya ke dalam nilai alat. Bagi manusia harus dibedakan antara nilai alat dan nilai tujuan. Nilai tujuan ialah kesempurnaan pribadi manusia. Nilai-nilai lainnya, yang hanya memuaskan atau menolong kejasmanian manusia adalah nilai alat dan (sama sekali) bukan nilai tujuan. Agar supaya perbuatan manusia tidak menjadi kegila-gilaan, maka nilai alat harus tetap menjadi/sebagai nilai alat, dan tidak boleh dijadikan sebagai nilai tujuan.
Menurut Keputusan Dirjen Dikti No.267/Dikti/Kep/2000, antara lain dinyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
Kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggung jawab yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk dapat dianggap maupun melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sedang komptensi lulusan Pendidikan Kewarganegaraan adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggungjawab warga negara dalam hubungan dengan negara dan memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat, berbangsa, wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Yang dimaksud dengan cerdas adalah tampak pada kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dalam bertindak. Sedang sifat tanggung jawab diperlihatkan sebagai kebenaran tidakan ditilik dari nilai ilmu pengetahuan dan teknologi serta etika ajaran agama dan budaya. Oleh karen aitu maka Pendidikan Kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap mental yang bersifat cerdas dan penuh rasa tanggung jawab dari mahasiswa dengan beberapa perilaku, yaitu:
1. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghayati nilai-nilai falsafah bangsa Indonesia.
2. Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia.
3. Bersikap rasional, dinamis dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara.
4. Bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara.
5. Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.
Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, warga negara NKRI diharapkan mampu memahami, menganalisis dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, bangsa dan negaranya secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasionalnya sebagaimana yang digariskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam mengisi kemerdekaan dan menghadapi globalisasi setiap warga negara NKRI pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya harus tetap pada jati dirinya yang berjiwa patriotik dan cinta tanah air di dalam perjuangan non fisik sesuai dengan profesi masing-masing di dalam semua aspek kehidupan.
Landasan-landasan hukumnya adalah :
a. Undang-Undang Dasar 1945
1. Pembukaan UUD 1945 alenia ke dua tentang cita-cita mengisi kemerdekaan, dan alinea ke empat khususnya tentang tujuan negara.
2. Pasal 30 ayat (1), Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta alam usaha pembelaan negara.
3. Pasal 31 ayat (1), Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.
b. Undang-Undang Nomor 20 tahun 1982
Undang-Undang No.20/1982 adalah tentang ketentuan-ketentuan pokok Pertahanan Kemanan Negara Republik Indonesia.
1. Pasal 18 Hak dan kewajiban warga negara yang diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya bela negara diselenggarakan melalui Pendidikan Pendahuluan Bela Negara sebagai bagian tidak terpisahkan dalam sistem pendidikan nasional.
2. Pasal 19, ayat (2) Pendidikan Pendahuluan Bela Negara wajib diikuti oleh setiap warga negara dan dilaksanakan secara bertahap, yaitu:
a. Tahap awal pada pendidikan tingkat dasar sampai menengah dan dalam gerakan pramuka.
b. Sikap lanjutan dalam bentuk Pendidikan Kewiraan pada tingkat Pendidikan Tinggi.
c. Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989
Undang-Undang No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjelaskan bahwa : Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Melihat begitu pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan atau Civics Education ini bagi suatu Negara maka hampir di semua Negara di dunia memasukkannya ke dalam kurikulum pendidikan yang mereka selenggarakan. Bahkan Kongres Internasional Commission of Jurist yang berlangsung di Bangkok pada tahun 1965, mensyaratkan bahwa pemerintahan suatu negara baru dapat dikatakan sebagai pemerintahan yang demokratis manakala ada jaminan secara tegas terhadap hak-hak asasi manusia, yang salah satu di antaranya adalah Pendidikan Kewarganegaraan atau Civic Education. Hal ini dapat dimaklumi, karena dengan dimasukkannnya ke dalam sistem pendidikan yang mereka selenggarakan, diharapkan warga negaranya akan menjadi warga negara yang cerdas dan warga negara yang baik (smart and good citizen), yang mengetahui dan menyadari sepenuhnya akan hak-haknya sebagai warga negara, sekaligus tahu dan penuh tanggung jawab akan kewajiban dirinya terhadap keselamatan bangsa dan negaranya. Dengan demikian diberikannya Pendidikan Kewarganegaraan akan melahirkan warga negara yang memiliki jiwa dan semanagt patriotisme dan nasionalisme yang tinggi.
Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan termasuk salah satu mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK), dimana kelompok mata kuliah ini merupakan pendidikan umum yang sifatnya sangat fundamental/mendasar.
Mata kuliah Pengembangan Kepribadian terdiri dari tiga komponen, yaitu:
1. Pendidikan Agama
2. Pendidikan Pancasila
3. Pendidikan Kewarganegaraan
Adapun tujuan diberikannya MKPK ini agar para sarjana Indonesia memiliki kualifikasi.
1. Taqwa kepada Allah - Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Kuasa, bersikap dan berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang diyakini dan dipeluknya, serta memiliki sikap tenggang rasa/toleransi terhadap agama/keyakinan orang lain.
2. Berjiwa Pancasila sehingga segala keputusan dan tindakan mencerminkan prinsip-prinsip Pancasila serta memiliki integritas moral yang tinggi, yang senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa dan kemanusiaan di atas kepentingan pribadi maupun golongannya.
3. Memiliki wawasan yang untuk/komprehensif dan pendekatan yang integral dalam mensikapi permasalahan kehidupan, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan dan keamanan.
Adapun mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK) diwajibkan disemua lembaga pendidikan tinggi seperti tersebut di atas bertujuan untuk mengembangkan aspek kepribadian mahasiswa, suatu aspek yang paling fundamental dalam kehidupan manusia, serta menjadi dasar dan landasan bagi semua aspek lainnya. Sementara mata kuliah lain yang dikelompokkan dalam Mata Kuliah Dasar Keahlian (MKDK) dan Mata Kuliah Keahlian (MKK) merupakan sejumlah mata kuliah yang dimaksudkan untuk mengembangkan keahlian mahasiswa dalam disiplin ilmu yang dipilihnya. Dengan kata lain dikuliahkannya MKDK dan MKK adalah dalam rangka untuk mengembangkan aspek kemampuan (abilitas) mahasiswa yang seluruhnya bermuara pada satu tujuan agar kelak ia cakap menghadapi kehidupan yang serba menantang dan lebih khusus lagi ia bisa dapat pekerjaan yang layak dengan penghasilan yang memadai.
Berkaitan dengan perlunya setiap orang mengembangkan kedua aspek yang paling mendasar itu, yaitu aspek kepribadian dan aspek kemampuan, kiranya patut disimak apa yang pernah diucapkan oleh Albert Einstein bahwa Science without religion is blind. Religion without science is lame. Suatu pengetahuan tanpa dilandasai oleh moralitas agama adalah buta. Agama tanpa didukung oleh pengetahuan lumpuh.
Dalam ungkapan yang berbeda namun esensinya sama, Driyarkara menyatakan bahwa dalam suatu kehidupan terdapat sekian banyak nilai, wert atau values. Namun kalau diklasifikasikan hanya ada dua nilai saja, yaitu nilai alat (tool) dan nilai tujuan. Driyarkara memasukkan aspek kepribadian ini ke dalam nilai tujuan, sedang aspek kemampuan (abilitas) dimasukkannya ke dalam nilai alat. Bagi manusia harus dibedakan antara nilai alat dan nilai tujuan. Nilai tujuan ialah kesempurnaan pribadi manusia. Nilai-nilai lainnya, yang hanya memuaskan atau menolong kejasmanian manusia adalah nilai alat dan (sama sekali) bukan nilai tujuan. Agar supaya perbuatan manusia tidak menjadi kegila-gilaan, maka nilai alat harus tetap menjadi/sebagai nilai alat, dan tidak boleh dijadikan sebagai nilai tujuan.
Menurut Keputusan Dirjen Dikti No.267/Dikti/Kep/2000, antara lain dinyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
Kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggung jawab yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk dapat dianggap maupun melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sedang komptensi lulusan Pendidikan Kewarganegaraan adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggungjawab warga negara dalam hubungan dengan negara dan memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat, berbangsa, wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Yang dimaksud dengan cerdas adalah tampak pada kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dalam bertindak. Sedang sifat tanggung jawab diperlihatkan sebagai kebenaran tidakan ditilik dari nilai ilmu pengetahuan dan teknologi serta etika ajaran agama dan budaya. Oleh karen aitu maka Pendidikan Kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap mental yang bersifat cerdas dan penuh rasa tanggung jawab dari mahasiswa dengan beberapa perilaku, yaitu:
1. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghayati nilai-nilai falsafah bangsa Indonesia.
2. Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia.
3. Bersikap rasional, dinamis dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara.
4. Bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara.
5. Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.
Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, warga negara NKRI diharapkan mampu memahami, menganalisis dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, bangsa dan negaranya secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasionalnya sebagaimana yang digariskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam mengisi kemerdekaan dan menghadapi globalisasi setiap warga negara NKRI pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya harus tetap pada jati dirinya yang berjiwa patriotik dan cinta tanah air di dalam perjuangan non fisik sesuai dengan profesi masing-masing di dalam semua aspek kehidupan.
Landasan-landasan hukumnya adalah :
a. Undang-Undang Dasar 1945
1. Pembukaan UUD 1945 alenia ke dua tentang cita-cita mengisi kemerdekaan, dan alinea ke empat khususnya tentang tujuan negara.
2. Pasal 30 ayat (1), Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta alam usaha pembelaan negara.
3. Pasal 31 ayat (1), Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.
b. Undang-Undang Nomor 20 tahun 1982
Undang-Undang No.20/1982 adalah tentang ketentuan-ketentuan pokok Pertahanan Kemanan Negara Republik Indonesia.
1. Pasal 18 Hak dan kewajiban warga negara yang diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya bela negara diselenggarakan melalui Pendidikan Pendahuluan Bela Negara sebagai bagian tidak terpisahkan dalam sistem pendidikan nasional.
2. Pasal 19, ayat (2) Pendidikan Pendahuluan Bela Negara wajib diikuti oleh setiap warga negara dan dilaksanakan secara bertahap, yaitu:
a. Tahap awal pada pendidikan tingkat dasar sampai menengah dan dalam gerakan pramuka.
b. Sikap lanjutan dalam bentuk Pendidikan Kewiraan pada tingkat Pendidikan Tinggi.
c. Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989
Undang-Undang No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjelaskan bahwa : Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(sumber
: http://ppkn.upi.edu/)
Konsep demokrasi
di negara republik indonesia
Demokrasi
adalah suatu bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal
dari rakyat, baik secara langsung atau melalui perwakilan. Istilah demokrasi
berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti “rakyat” dan “kratos”
yang berarti kekuasaan. Istilah demokrasi pertama kali diperkenalkan oleh
Aristosteles sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang
menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan orang banyak (rakyat). Abraham
Lincoln dalam pidato Gettysburg nya mendefiniskan demokrasi
sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam hal ini
berarti bahwa kekuasaan tertinggi pemerintahan dipegang oleh rakyat.
Bentuk-bentuk demokrasi
Secara
umum terdapat dua bentuk demokrasi yaitu demokrasi langsung dan demokrasi
perwakilan (tak langsung). Berikut penjelasan tentang dua hal tersebut :
- Demokrasi
langsung merupakan suatu bentuk demokrasi dimana setiap rakyat mewakili
dirinya sendiri dalam memilih suatu kebijakan sehingga mereka memilih
pengaruh langsung terhadap keadaan politik yang terjadi. Di era modern,
sistem ini tidak praktis karena umumnya suatu populasi negara cukup besar
dan mengumpulkan seluruh rakyat ke dalam satu forum tidaklah mudah, selain
itu sistem ini menuntut partisipasi yang tinggi dari rakyat, sedangkan
rakyat modern cenderung tidak memiliki waktu untuk mempelajari setiap
permasalahan politik yang terjadi di dalam negara.
- Demokrasi
perwakilan (tidak langsung) merupakan demokrasi yang dilakukan oleh
masyarakat dalam setiap pemilihan umum untuk menyampaikan pendapat dan
mengambil keputusan bagi mereka.
Prinsip-prinsip Demokrasi di indonesia
Prinsip
demokrasi dan prasyarat berdirinya negara demokrasi telah terakomodasi dalam
konstitusi Negara Kesatuan Repulik Indonesia. Prinsip-prinsip demokrasi dapat
ditinjau dari pendapat Almadudi yang kemudian dikenal dengan “soko guru
demokrasi”. Menurut Almadudi, prinsip demokrasi adalah :
1. Kedaulatan
rakyat.
2. Pemerintahan
berdasarkan persetujuan dari yang diperintah.
3. Kekuasaan
Mayoritas.
4. Hak-hak
minoritas.
5. Jaminan
Hak Asasi Manusia (HAM).
6. Pemilihan
yang adil, bebas, dan jujur.
7. Persamaan
di depan hukum.
8. Proses
hukum yang wajar.
9. Pembatasan
pemerintah secara kontitusional.
10.
Pluralisme ekonomi, politik, dan sosial.
11.
Nilai-nilai toleransi, pragtisme, kerja
sama, dan mufakat.
(SUMBER:
PENGANTAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN, KARANGAN Prof.Dr. Hamid Darmadi,M.pd.)
Pengertian pemerintah
pusat,wilayah dan juga daerah
A.Pemerintahan Pusat
Pengertian
Pemerintahan Pusat adalah Pemerintah, yaitu Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
B.Pemerintahan wilayah atau daerah
Pengertian
Pemerintah Daerah Bedasarkan UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD
(Dewan Perwakilan Rakyat Daerah), menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
NKRI(Negara Kesatuan Republik Indonesia), sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Penyelenggara Pemerintahan Daerah:
Gubernur,
Bupati, Walikota, dan perangkat daerah lainnya(kepala dinas, kepala badan, dan
unit-unit kerja lannya yang dikendalikan oleh Sekretariat Daerah).
Hubungan
dalam fungsi pemerintahan antara pemerintahan pusat dan juga pemerintahan
daerah dilaksanakan dengan sistem Otonomi, dalam sistem otonomi ini dikenal
dengan adanya desentralisasi, dekosentrasi dan juga tugas pembantuan. Hubungan
ini memiliki sifat koordinatif administratif, yang artinya hakikat fungsi
pemerintahan ini tidak ada yang saling membawahi, agar terjadinya harmonisasi
antara daerah maupun pusat.
Dari
pengertian diatas, dapat dilihat bahwa Presiden adalah pemegang kekuasaan
pemerintahan negara, sedangkan Gubernur,bupati/walikota ialah pemegang
kekuasaan pemerintah daerah.
Dalam
ajaran “Trias Politica” yang dikemukakan oleh Montesque, dimana kekuasaan
pemerintahan terpisah atas kekuasaan Eksekutif, kekuasaan Legislatif dan juga
kekuasaan Yudikatif.
Namun
berbeda dengan sistem Pemerintahan di Indonesia, di Indonesia sendiri tidaklah
menerapkan sistem pemisahan kekuasaan, tetapi adanya sistem pembagian kekuasaan
yang dapat diimlementasikan dalam
a. Kekuasaan
Eksekutif yang dilakukan oleh presiden RI beserta wakil presiden dan
mentri-mentrinnya.
b. Kekuasaan
Legislatif yaitu dalam membuat peraturan yang dikenal dengan Undang-Undang yang
dilakukan oleh DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
c. Kekuasaan
Yudikatif yaitu dalam bidang peradilan, yang dilakukan oleh Mahkamah Agung
serta perangkatperangkatnya di daerah.
Tujuan dari Pembagian Kekuasaan
Tujuan
dari pembagian kekuasaan yang telah dianut di Indonesia dan dijalankan oleh
pemerintahan Indonesia ini bertujuan agar tidak terjadinya penumpukan kekuasaan
yang mana dalam penerapannya jika terjadi penumpukan kekuasaan akan
terbentuknya pemerintahan ditaktor/otoriter yang dapat menghalangi Demokrasi.
(sumber
: https://id.wikipedia.org)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar